Senin, 10 Juni 2013

Who is Ki Hajar Dewantara ?

Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.


Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.


Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.


Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk 
sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.

Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.

Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.

Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.

Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.

Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.

Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.

Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.

Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).

IMPLEMENTASI MONTESSORI

IMPLEMENTASI METODE MONTESSORI
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Universitas-Sanata-Dharma-Yogyakarta..jpg
Disusun oleh  :
                                                Nama              : Fajar Budi Asih
                                                NIM                : 111134137
                                                Kelas               : 4 (E)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa merupakan pembelajaran yang mendasar dan sangat penting bagi anak, karena pada pembelajaran bahasa, anak diajarkan hal-hal mendasar seperti mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Hal-hal mendasar inilah yang akan membuat anak dapat memahami materi-materi selanjutnya yang akan diajarkan. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa, anak diajarkan untuk dapat membaca, bayangkan saja ketika anak tidak bisa membaca, maka ia akan sangat kesulitan dalam mempelajari materi selanjutnya, karena setiap mata pelajaran, pasti membutuhkan empat dasar keterampilan berbahasa tersebut, itu kenapa saya menyebut bahwa pembelajaran bahasa adalah pembelajaran yang mendasar dan sangat penting.
Mengamati perkembangan anak khususnya pada perkembangan bahasa anak, kita sebaiknya memperhatikan dua hal yaitu materi dan metode. Materi dan metode yang digunakan haruslah sesuai, karena ketika metode yang digunakan sesuai dengan materi yang disampaikan, maka materi yang disampaikan akan lebih mudah diterima siswa. Seperti yang dikatakan oleh Furqanal, dkk. 1995 : 5, Pemilihan metode yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan dapat menuntun guru dan siswa ke arah kesuksesan pembelajaran.
Menyikapi perkembangan anak khususnya dalam hal bahasa, dan melihat begitu pentingnya bahasa bagi anak, maka perlu adanya suatu rancangan pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan anak khususnya kemampuan dalam berbahasa. Maka dari itu, dalam makalah ini saya akan membahas tentang bagaimana pengimplementasian metode Montessori pada pembelajaran Bahasa Indonesia atau dengan kata lain bagaimana metode Montessori diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Metode Montessori ?
2.      Bagaimana karakteristik Metode Montessori ?
3.      Bagaimana pengimplementasian / penerapan metode Montessori pada pembelajaran Bahasa Indonesia ?


C.    Tujuan
1.      Mendeskripsikan pengertian Metode Montessori
2.      Menjelaskan karakteristik metode Montessori
3.      Menjelaskan pengimplementasian / penerapan metode Montessori pada pembelajaran Bahasa Indonesia

D.    Manfaat
1.      Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan mahasiswa PGSD
2.      Menambah pengetahuan tentang Metode Montessori
3.      Menambah wawasan tentang penerapan metode Montessori pada pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Teori
Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar sejak lama telah diketahui bahwa tujuan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah agar para siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik lisan maupun tertulis (Diknas, 2003:11). Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa yang utama adalah untuk berkomunikasi, selain itu empat keterampilan dasar berbahasa juga membantu anak untuk dapat mempelajari materi-materi yang lain dari seluruh mata pelajaran (bukan hanya mata pelajaran Bahasa Indonesia)


B.     ISI
1.      Pengertian Metode Montessori
Metode Montessori merupakan suatu metode pendidikan untuk anak-anak, berdasarkan pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20. Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah.

2.      Karakteristik Metode Montessori
Ciri atau karakteristik dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru (sering disebut “direktur” atau “pembimbing”). Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktek. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep, adanya penggunaan peralatan auto correction untuk membantu anak belajar dengan baik, dan mengerti benar atau salah terhadap perbuatan yang dilakukan, sehingga anak bisa mengoreksi dirinya sendiri. Anak menjadi lebih paham atas kesalahan yang dilakukan, tanpa perlu diberitahu oleh pendidiknya. Sekolah dengan metode ini juga tak mengenal adanya reward dan punishment (hadiah dan hukuman).

3.      Pengimplementasian Metode Montessori pada Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pengimplementasian Metode Montessori pada Pembelajaran Bahasa Indonesia menurut saya adalah dengan permainan. Seperti yang kita ketahui bahwa pembelajaran Montessori adalah pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran yang tidak membebani siswa karena tidak mengenal reward dan punishment.
Disini saya fokuskan pada pembelajaran untuk empat keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis, karena menurut saya ini adalah hal yang terpenting dalam materi berbahasa, dan empat keterampilan ini menjadi dasar untuk mereka dapat mengikuti pembelajaran dari seluruh mata pelajaran.
Dalam hal mendengarkan, saya akan menerapkan sebuah metode yang akan membuat anak tertarik. Misalkan saja dengan memberikan sebuah cerita dongeng dengan menggunakan boneka jari, fungsi dari boneka jari disini adalah menarik perhatian anak agar mau mendengarkan cerita yang saya berikan. Selain itu, boneka jari juga memberikan gambaran nyata tentang tokoh yang ada pada cerita yang saya bawakan.
Dalam hal berbicara, saya akan mengajak anak untuk membentuk kelompok, masing-masing kelompok akan saya berikan cerita sederhana yang berbeda-beda tiap-tiap kelompok, saya akan menjelaskan pada tiap-tiap kelompok mengenai cerita yang saya berikan, kemudian tiap anak dalam kelompok akan memerankan tokoh sesuai dengan cerita yang di dapatkan dengan menggunakan boneka jari, mereka akan berlatih untuk memerankan tokoh tersebut, dan yang terakhir, tiap-tiap kelompok saya persilakan untuk tampil ke depan kelas sesuai cerita yang sudah saya bagikan.
Dalam hal membaca, saya akan memerintahkan anak untuk membaca apapun yang ingin di baca oleh anak, saya tidak akan meminta anak untuk membaca bacaan yang saya inginkan, dengan kata lain saya akan membebaskan anak untuk memilih bacaan yang akan ia baca, akan tetapi saya sebagai guru tetap memantau sejauh mana anak merespon perintah yang saya berikan, karena kembali lagi pada metode Montessori, bahwa memang pembelajaran lebih bersifat “bebas”, akan tetapi anak harus tetap disiplin.
Dalam hal menulis, saya sebagai guru juga akan mengajak anak untuk menuliskan hal-hal yang akan anak tuliskan, saya hanya akan menentukan tema, misalkan : liburan, kemudian saya akan memerintahkan anak untuk menuliskan apapun yang mereka pikirkan tentang “liburan’ dan tidak hanya sekedar menulis saja, tetapi saya akan menyediakan alat untuk menghias seperti pensil warna, pita, spidol, dsb. Hasil karya tulisan mereka juga akan ditempelkan pada majalah dinding kelas, hal ini bertujuan untuk mendorong mereka agar mau menulis dengan baik, agar dapat membuat mereka tergerak untuk mempersembahkan tulisan terbaik mereka, karena mereka tahu bahwa hasil karya mereka akan di pamerkan pada teman-teman yang lain, anak yang satu dengan yang lain akan mengetahui hasil karya masing-masiing anak.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Metode Montessori adalah sebuah metode yang menekankan pada aktifitas siswa dan penggunaan benda-benda konkrit sebagai penunjang, sehingga metode ini cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena pada tahapan sekolah dasar, ketika siswa diberikan pembelajaran dengan menggunakan benda-benda konkrit dan mengedepankan aktifitas siswa, maka siswa akan lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan.

B.     Saran
Sebaiknya metode Montessori mulai dikenalkan juga di sekolah-sekolah dasar di Indonesia, guru juga jangan takut untuk mencoba menerapkan metode ini pada saat mengajar di kelas, dengan begitu, guru akan tahu, apakah metode Montessori lebih menghasilkan atau tidak dibandingkan metode yang biasanya diterapkan di kelas. Menurut saya tidak ada salahnya juga untuk mencoba demi kemajuan peserta didik.

SUMBER
·         E-Book Belajar Membaca dan Menulis Montessori seri 1






Kebingungan Kurikulum 2013

JAKARTA, KOMPAS.com — Pelaksanaan Kurikulum 2013 di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK sederajat pada Juli nanti masih membingungkan para guru dan pihak sekolah.
Sosialisasi yang dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah baru terbatas di kalangan pimpinan sekolah yang sifatnya umum, tetapi teknis pelaksanaan di tingkat sekolah masih belum jelas.
"Sosialisasi yang disampaikan ke kami baru sampai struktur kurikulum saja mengenai jumlah mata pelajaran dan jam pelajaran. Untuk implementasi teknisnya belum detail sehingga kami pun masih agak bingung untuk memutuskan," kata Tety Sulastry, Wakil Kepala SMKN 24 Jakarta Bidang Kurikulum, di Jakarta, Selasa (2/4/2013).
Menurut Tety, soal peminatan siswa Kelas X juga masih belum diputuskan sekolah bagaimana pelaksanaannya. Sebab, jika hanya mengandalkan nilai ujian nasional di jenjang SMP, maka tidak cukup dipakai sebagai dasar untuk menentukan peminatan siswa.
Pada kebijakan Kurikulum 2013, penjurusan yang dimulai di Kelas XI diubah menjadi peminatan di Kelas X. Ada tiga kelompok peminatan, yakni Matematika dan Sains (Biologi, Fisika, dan Kimia); Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Antropologi, serta Ekonomi); dan Bahasa (Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Inggris, serta Bahasa Arab).
Kebingungan sekolah terkait proses peminatan yang tepat, tidak sekadar asal diminati siswa, tanpa ada ukuran yang jelas. Persoalannya, pendaftaran siswa baru di SMA di DKI Jakarta gratis alias tidak dipungut pendaftaran. Padahal, sekolah membutuhkan dukungan tes potensi akademik atau sejenisnya untuk memastikan peminatan siswa tepat.
"Pembiayaan ini siapa yang menanggung? Sebab, item ini tidak ada dalam anggaran yang ditanggung APBD. Masih banyak hal teknis yang perlu diperjelas. Kami butuh pendampingan pengawas supaya sesuai dengan yang diinginkan dalam Kurikulum 2013," kata Tety.
Menurut Tety, yang utama dan cukup berat adalah mengubah paradigma guru untuk dapat menciptakan pembelajaran yang mampu mendorong kreativitas dan daya nalar siswa. Selain itu, guru juga perlu pendampingan untuk dapat mengembangkan penilaian hasil belajar yang tidak sekadar tes, tetapi juga seluruh proses belajar.
Hal senada disampaikan Kresno Puji Astuti, Kepala SMPN 38 Jakarta. Sosialisasi Kurikulum 2013 masih bersifat umum sehingga sekolah saat ini mengambil sikap menunggu kejelasan rincian implementasi kurikulum baru ini.
"Kami menunggu saja instruksi dari dinas pendidikan. Sampai saat ini, informasi pelatihan guru Kelas X juga belum. Jika ada seminar-seminar, tentu kami akan kirimkan guru supaya lebih siap," kata Kresno.
Kondisi serupa juga dialami para guru di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Kasmawati, Kepala SDN 2 Lamokato, mengatakan, sosialisasi Kurikulum 2013 masih belum merata di semua guru dan sekolah. Padahal, perubahan besar terjadi dalam pembelajaran di jenjang SD.  
Meskipun pembelajaran tematik sudah dikenal di SD, tetapi implementasinya masih jauh dari harapan. Menurut Kasmawati, kemampuan guru masih minim sehingga perlu pendampingan yang intensif.
Menurut Kasmawati, guru inti nantinya akan dilatih di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di tingkat provinsi yang akan dilatih oleh pelatih dari tingkat pusat. Para guru inti ini dipersiapkan untuk melatih dan mendampingi guru-guru kelas di kota/kabupaten masing-masing.
Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatakan, organisasi profesi guru tidak dilibatkan secara aktif dalam penyusunan Kurikulum 2013 dan proses penyiapan guru.
"Kami hanya diminta untuk mengajukan calon guru dari tiap provinsi untuk dipilih menjadi guru inti," ujar Sulistiyo.

UN 2013 dan Potret Suram Pendidikan di Indonesia

Kondisi pendidikan di Indonesia ternyata masih jauh dari idealitas yang selama ini diharapkan. Pelaksanaan sistem pendidikan nasional sejauh ini masih banyak ditemukan masalah di mana-mana.

Bukan malah membaik, kondisi dunia pendidikan sekarang ini justru makin parah dengan berbagai potret buram yang sering menghiasi. Mulai dari akses pendidikan yang kurang merata, infrastruktur yang kurang memadai bahkan berkualitas rendah, serta kurikulum yang selalu berubah.

Tak perlu jauh berkaca. Pelaksanaan Ujian Nasional 2013 yang akhirnya terpaksa mengalami penundaan untuk beberapa wilayah di Indonesia dapat menjadi salah satu cermin tentang realitas sistem pendidikan di negeri ini. 

Selain itu, ketersediaan infrastruktur pendidikan yang belum mantap pun menjadi satu alasan tersendiri untuk menyebut pendidikan di Indonesia masih carut marut. Hal itu ternyata menimbulkan pengaruh yang sangat kompleks terhadap semakin sulitnya pendidikan dikatakan berhasil dalam mencetak generasi bangsa unggul.

Fakta ironis yang pernah ditemui adalah masih banyak bangunan sekolah rusak di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kasus ini dapat dijumpai di beberapa kota Surabaya, Surakarta, dan Jakarta.

Di Surabaya, sebuah bangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Jalan Wonorejo IV/54, roboh. Peristiwa ini terjadi pada Minggu, 2 September 2012 dan menelan korban tiga pekerja, satu tewas, dua orang luka.

Kejadian serupa juga terjadi di SDN Pelemgadung, Surakarta, pada Sabtu, 6 Oktober 2012. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.

Untuk kasus di DKI Jakarta, setidaknya ditemukan beberapa kasus sekolah roboh, seperti SDN 02 Pagi Cijantung. Bangunan sekolah ini roboh karena tidak kuat menahan genteng yang baru seminggu dipasang.

Selain itu, ada kasus serupa yang terjadi di SDN 03 Rawamangun pada Selasa, 6 November 2012. Bahkan sebelumnya pada Selasa, 5 Juni 2012, bangunan SDN 20 Cipinang Besar Selatan juga ambruk.

Banyaknya kejadian ini semakin menguatkan dugaan adanya ketidakseriusan pemerintah untuk memajukan pendidikan. Belum lagi pada sektor lain, pendidikan seolah tidak menjadi perhatian utama pemerintah.

Selain bangunan, masih banyak sekolah di Indonesia belum memiliki fasilitas memadai, seperti tidak adanya perpustakaan. Padahal, sebuah lembaga pendidikan dapat dikatakan ideal salah satunya dengan menyediakan fasilitas perpustakaan.

Hal ini diamini oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Penyediaan infrastruktur yang memadai masih menjadi kendala dalam memajukan pendidikan.

"Peningkatan kualitas pendidikan masih terkendala oleh penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai," ujar Mendikbud M Nuh dalam renstra, Jumat (26/4).

Nuh menambahkan, pemenuhan infrastruktur pendidikan itu belum mencapai angka 100 persen. "Baru 74,5 persen SMA/MA dan 62,7% SMK/MAK yang telah memiliki perpustakaan, sementara hanya 47,8% sekolah yang telah memiliki fasilitas komputer," terang dia.

Lebih lanjut, Nuh menambahkan, hal ini dapat terjadi lantaran masih terdapat masalah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. "Koordinasi antar kementerian dan lembaga yang mengelola dan menyelenggarakan pendidikan, serta antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan pemerintah kota belum sepenuhnya tertata dengan baik. Demikian pula peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan belum dikelola dengan maksimal," pungkas dia. 

Rabu, 22 Mei 2013

"Dengarkanlah Aku"

"Dengarkanlah Aku"

Sejauh mata memandang tak ku lihat pilar yang miring

Sejauh telinga mendengar sepertinya tak ada nada yang sumbang

Sejauh pikiran berkelana tak ada yang tak nampak



Namun aku tetap tak mengerti mereka

Mengapa bisa bicara tentang kabut

Mengapa bisa menyentuh dengan topeng dibaliknya

Mengapa bias bermimpi bersama awan

Mengapa mereka ingin yang lain hanyut dalam ombak



Sejauh mimpi yang kujaga

 Aku yakini hidup akan indah bila berbagi

Santai bila apa adanya

Tersenyum bila tak ada dinding pembatas

Nyaman bila tak ada pedang

Santun bila slalu mengingat namaNYA



Dengarkanlah aku …

 Bukankah Tuhan tak menciptakan kita untuk bersaing

Tak menyuruh kita untuk bertopeng

Tak menuntun kita kedalam sebuah kotak

Tak setuju bila kita bersahabat dengan amarah

Tak akan memaafkan kita bila kita melupakaNYA

"Hujan dikala senja"

"Hujan dikala senja"

Terhempas ego ini
Melihatnya berjalan sendiri
Tanpa arah yang pasti
Sendiripun menemani

Hari-hari kian berat di jalani
Sungguh tak tertahankan lagi
Mulut ini panjatkan doa kebahagiaanya

Hari demi hari
Selalu kuamati, mata sayu senyum pucat itu
Kuberharap jalanya Kian berubah perlahan namun pasti
Menjadikan langkahnya sejuk layaknya sang embun

Hanya doa yang bisa aku panjatkan baginya kesejukan hati
Sebab diri ini belum layak untuk menemani
Ku amati melalui teropong tersembunyi dibalik dinding perbedaan

"Bahagimu bahagiaku,
Lemah lunglaiku demi tegap berdirimu"..!